Ujug-ujug Ganti Nama Jalan Jakarta, “Ribet Dah”

  • Share
Ujug-ujug Ganti Nama Jalan Jakarta, "Ribet Dah"

Cmaentertainment.id – Pemerintah DKI Jakarta melaporkan setidaknya 1.358 keluarga terdampak dari pergantian nama-nama jalan. Dampak itu terkait dengan pergantian alamat pada KTP, termasuk Kartu Keluarga dan Kartu Identitas Anak (KIA).

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta menyatakan telah melakukan layanan “door to door” ke masyarakat.

Sementara itu, beberapa hari sebelumnya sejumlah warga di Jalan Raya Bambu Apus— yang nama jalannya berubah menjadi Jalan Mpok Nori—mengaku kebingungan dengan perubahan nama jalan di tempat mereka tinggal. Perubahan nama jalan ini tanpa sosialisasi.

Di sisi lain, sejarawan Jakarta mengkhawatirkan perubahaan nama sejumlah jalan ini akan menghilangkan nilai sejarah dan budaya.

Baca Juga:
Terdampak Perubahan Nama Jalan, 59 Persen Warga Jakarta Pusat Telah Perbarui Data Kependudukan

Baca Juga:

Kepala Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengatakan sejauh ini telah memproses 23,42% perubahan kartu keluarga dan 18,39% KTP dari 535 orang yang terdampak perubahan jalan.

“Masyarakat tidak perlu khawatir, untuk pengurusan KTP, KIA dan KK tidak ada biaya, bahkan kami lakukan layanan door to door ke masyarakat,” katanya melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Jumat (01/04).

Budi menambahkan, layanan ini juga meliputi lembaga lain, seperti Badan Pertanahan Nasional, Ditlantas Polda Metro Jaya, PT. Jasa Raharja, BPJS Kesehatan. Dia berkata, semua institusi itu berkomitmen mendukung dan tidak memberikan biaya tambahan akibat perubahan nama jalan.

Berdasarkan Instagram Dukcapil DKI Jakarta, layanan ini dibuka di sejumlah tempat.

https://www.instagram.com/p/CfioVUSpP2Q/?igshid=YmMyMTA2M2Y=

Baca Juga:
Anggota F-PDIP DPRD DKI Minta Anies Tinjau Ulang Perubahan Nama Jalan di Jakarta

Beberapa hari sebelumnya, BBC News Indonesia menelusuri ruas Jalan Raya Bambu Apus—sekarang berganti nama Jalan Mpok Nori.

Jalan ini memiliki panjang lebih dari satu kilometer, dan umumnya di pinggir jalan dipadati dengan pertokoan, sekolah, bengkel, perumah besar dan warung-warung kecil.

Di sebuah warung kecil, sekelompok ibu-ibu sedang berkumpul. Mereka sedang membicarakan pergantian nama Jalan Mpok Nori.

Fani, 53 tahun, tinggal di pinggir Jalan Raya Bambu Apus sejak lahir. Ia mengaku bingung karena belum ada sosialisasi sebelumnya.

“Bingung juga, masalahnya semua dari tanah, dari motor, dari mobil semua nama saya. Ya, kalau ganti alamatnya doang sih ribet,” katanya saat ditemui BBC News Indonesia, Jumat (01/04).

Hal serupa juga disampaikan Santi, 38 tahun, yang memikirkan perubahan alamat hingga rapor anaknya.

“Ibaratnya, kita ngikutin pemerintah. Nggak bisa menolak, udah peraturannya. (Sudah tahu dari kapan?) Baru saja ini,” katanya.

Ulin, 60 tahun pun ikut menimpali, tak ada sosialisasi sebelumnya. “Belum ada apa-apa,” katanya.

Keluhan ini disampaikan hanya beberapa hari setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan “Ini tidak akan merepotkan bagi warga.”

“Semua yang sekarang tercatat di KTP, di Kartu Keluarga, dokumen tanah, dokumen kendaraan bermotor, semuanya masih sahih,” kata Anies dalam keterangan pers, Senin (27/03).

Dikhawatirkan hapus nilai budaya

Bagaimana pun persoalan ini bukan hanya sebatas administrasi. Pergantian nama jalan jika dibuat secara “asal” dikhawatirkan menimbulkan kerugian kehilangan sejarah dan nilai budaya, kata sejarawan Jakarta, JJ Rizal.

Ia mencontohkan nama Jalan Warung Buncit Raya yang diambil dari sosok Tionghoa bernama Tan Boen Tjit, pedagang yang suka berderma kepada masyarakat.

“Itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi… Inilah toponimi Warung Buncit. Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita,” katanya dalam pesan tertulis kepada BBC.

Nama Jalan Warung Buncit menjadi sasaran pergantian nama menjadi Jalan Tutty Alawiyah, Mantan Menteri Peranan Wanita Indonesia pada periode 1998.

Selain itu, kata dia, ruas jalan Kebon Kacang atau Bambu Apus merupakan “toponimi yang mengandung pesan leluhur untuk mengajak kita mengorientasikan kota ke masa depan sebagai kota hijau.”

“Nah, ini pesan yang penting karena sekarang Jakarta krisis ruang terbuka hijau,” tambah Rizal.

Namun, Rizal juga menggaris bawahi pergantian nama jalan dengan nama orang-orang Betawi dengan niat penghormatan berperan penting dalam sejarah dan kebudayaan.

“Tetapi, persoalannya adalah harus disiapkan betul-betul para tokohnya melalui riset biografis yang pantas,” katanya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, mengritik kebijakan pergantian nama jalan ini, “tanpa perencanaan yang baik”.

“Harusnya sejak awal, tidak ujug-ujug di hari ulang tahun Jakarta, baru kemudian disampaikan. Kan ini terkesannya bahwa tidak ada informasi, padahal kalau dari awal ada informasi mungkin orang-orang sudah siap-siap,” katanya.

Sebelumnya, beberapa hari jelang perayaan ulang tahun Jakarta ke-495, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan perubahan nama 22 Jalan, termasuk perubahan nama lima gedung, dan lima zona Perkampungan Budaya Betawi.

Anies menyebut pergantian nama jalan dengan tokoh Betawi sebagai penghargaan, penghormatan atas peran pribadi-pribadi asal Betawi.

Satu pekan kemudian, Gubernur Anies membuat klarifikasi bahwa pergantian nama jalan “tidak akan merepotkan warga”. Nama-nama jalan ini diganti dengan nama tokoh Betawi.

Hal terkait yang mungkin menarik untuk Anda simak:



#Ujugujug #Ganti #Nama #Jalan #Jakarta #Ribet #Dah

Sumber : www.suara.com

  • Share